Surabaya, warnakota.com,
Majelis Hakim dan jaksa penuntut umum hanya bisa geleng-geleng mendengar kesaksian Agus Yulianto dalam sidang lanjutan perkara penyadapan degan menggunakan GPS di Pengadilan Negeri Surabaya, Jalan Arjuno, kamis (18/05).
Dalam sidang itu, Agus yang menjadi pemilik usaha jasa penyedia GPS Tracker tersebut menjadi saksi terhadap mantan pembelinya (terdakwa AH)
Ketua Majelis Hakim Wayan Sosiawan berulang kali membentak Agus karena berbelit-belit menjawab pertanyaan dari Bowo SH MH kuasa hukum terdakwa. Namun Agus tetap saja berbelit-belit menjawabnya. Pertanyaan tersebut ialah soal legalitas yang dimiliki Agus dalam usaha jasa penyedia GPS Tracker yang pernah dipasang di mobil Nissan Grand Livina abu-abu miliknya.
“Kalau gak punya ijin usaha jasa penyedia GPS Tracker katakan tidak punya, jangan berbelit-belit. Sistim pemasaran GPS yang kamu jual bagaimana,? Apa kamu juga menyimpan rekaman data pengguna GPSmu di server.” tegur ketua majelis hakim.
Sebelumnya, Agus sempat menjawab jika Perusahaan nya mempunyai ijin layaknya sebuah usaha, namun dia ragu-ragu apakah punya ijin khusus dalam usaha jasa penyedia GPS Tracker. Apalagi GPS itu pemasangannya dipercayakan kepada mekaniknya saja tanpa dilakukan pengawasan.
“Saya hanya tau dia datang membawa mobil miliknya dan membeli GPS. GPS itu dipasang di dashboard oleh teknisi agus atas perintah saya , harganya Rp 2,2 juta dan dibayar secara transfer oleh terdakwa,” jawab Agus menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa.
Saksi Agus Yulianto juga menerangkan jika dirinya tidak tidak tau apakah GPS yang disita penyidik kepolisian itu benar-benar milik terdakwa atau milik orang lain.
“Saya tidak tau GPS ini milik terdakwa atau milik orang lain. Dan seingat saya, server saya untuk GPS hanya diperiksa polisi tapi tidak diamankan sebagai barang bukti,” terang Agus.
Kepada majels hakim, Agus memaparkan kalau GPS itu fungsinya menerima data dari satelit, selanjutnya data itu dikirim ke server miliknya. Sehingga yang punya GPS bisa melihat obyek yang sudah dipasangi GPS.
” Jadi kemanapun mobil dipasang GPS, diketahui keberadaannya,” papar saksi Agus Yulianto.
Sementara itu, Bowo SH MH kuasa hukum terdakwa diakhir persidangan menunjukan bukti kunci mobil dan BPKB Asli atas nama terdakwa serta menunjukan mobil yang dibawa di pengadilan yang ternyata dikuasai dan milik terdakwa, bukan milik terlapor ifa fitria. Sejak sidang pertama sampai pemeriksaan saksi ahli, kuasa hukum terdakwa berkali-kali meminta pada hakim agar jaksa menghadirkan fisik mobil dan BPKB asli yang diakui dikuasai dan milik Pelapor ifa fitria, namun jaksa tidak mampu menghadirkan.
Di tempat lain Jaksa Harwidi saat di konfirmasi,menjelaskan ,;Pada intinya terdakwa membeli GPS,Saksi Fakta yang di hadirkan GPS di pasang,Sedangkan keberadaan mobil sampai saat ini tidak tahu keberadaannya,tetapi BPKBnya atas nama korban,jelas Jaksa Harwidi kepada wartawan.
Perlu di ketahui BPKB dan surat jual belinya yang asli atas nama terdakwa.
Berdasarkan Dakwaan Nomor 3461/Pid.Sus/2016/PN.SBY bahwa terdakwa Terdakwa dilaporkan oleh Ifa Fitria, akibat memasang alat sadap GPS dimobil Grand Livina NoPol L 1114 BL tanpa ijin Pelapor.
Menurut Terlapor Ifa Fitria, Pemasangan GPS ini diketahui Ifa Fitria pada hari Sabtu bulannya lupa tahun 2014 saat terdakwa mengambil mobil pagi hari pada saat saksi sedang tidur dan mengembalikan jam 2 siang. Namun dipersidangan terungkap bahwa Terdakwa beli GPS di perusahaan Agus pada hari Rabu tanggal 25 Juni 2014.
Atas perkara ini, terdakwa di duga melanggar pasal 31 ayat 2 Jo Pasal 47 UU Nomer 11 Tahun 2008 Tentang ITE.*RHY