
Sidoarjo, Warnakota.com
Paguyuban Konsumen Korban Perumahan PT. Sabrina, mendukung sepenuhnya pelaporan pidana terhadap Achmad Miftach Kurniawan, Direktur PT. Sabrina Laksana Abadi dan kawan-kawan ke Polres Sidoarjo, Jawa Timur, atas dugaan penipuan, manipulasi pajak dan TPPU, yang merugikan negara sebesar Rp. 17 milyar. Namun diharapkan prosesnya harus tetap mempertimbangkan kepentingan pengembalian kerugian 700 orang konsumen. “Untuk itu pihak kepolisian harus dapat menelisik aliran dana konsumen yang berjumlah lebih dari seratus milyar, dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang.
Proyek THE SABRINA VILLAGE, berlokasi di Desa Panjunan RT 03 RW 01 Kecamatan Sukodono, Kab. Sidoarjo. Dipasarkan sejak 2019, dengan jumlah Rumah 10 buah dan Ruko 4 buah.
Ironisnya, seluruh proyek PT. Sabrina tidak memiliki perizinan antara lain: Izin Lingkungan Amdal, Site Plan, IMB, serta belum melakukan Penurunan Hak atas sertipikat, AJB untuk balik nama sertipikat menjadi PT. Sabrina Laksana Abadi, Pengindukan Sertipikat, dan Pemecahan Sertipikat. Berdasarkan laporan Notaris Eka Suci Rudianingrum, SH, Mkn, yang ditujukan kepada Kapolres Sidoarjo, yang ditembuskan ke Kapolda dan Kajati Jawa Timur, pada awalnya PT. Sabrina Laksana Abadi memiliki rekening penampungan untuk menerima pembayaran lebih dari seratus milyar rupiah, bersumber dari uang 700 konsumen, antara lain di Bank BCA Nomor Rekening: 0185008199, BNI Cabang 230 Sidoarjo Nomor Rekening: 5005002586, Bank BRI Nomor Rekening: 316801024705530, Bank Mandiri Nomor Rekening: 14000896500500, dan Bank BTN Nomor Rekening: 002220155000008-5. “Namun saldo di seluruh rekening tersebut kandas, uangnya habis menguap, diduga mengalir berubah bentuk dan disamarkan. Perbuatan ini dapat dikualifisir sebagai pidana TPPU” ujar Eka Eka Suci Rudianingrum, SH, Mkn.
Setelah berhasil menghimpun dana dari konsumen sebesar lebih dari seratus milyar rupiah, Achmad Miftach Kurniawan, PT. Sabrina Laksana Abadi dan kawan-kawan hingga kini tidak melaksanakan kewajiban kepada konsumen, baik penuntasan pembangunan perumahan maupun proses peralihan kepemilikan, dan hak negara berupa berbagai jenis pajak-pajak tidak dibayarkan total sebesar Rp. 17 milyar. “Saya berharap Kapolres Sidoarjo dapat segera pro aktif bertindak memprosses secara hukum kasus ini” ujar Eka lagi.
Lima proyek proyek PT. Sabrina Laksana Abadi dapat dibangun tanpa memiliki ijin-ijin termasuk IMB, anehnya menurut Muhsin, hingga kini tidak pernah mendapatkan sanksi tegas dari Dinas Pengawasan Pembangunan Pemda Kab. Sidoarjo dalam bentuk pembongkaran. Malahan cenderung terkesan dilakukan pembiaran DAPAT DIKENAKAN DELIK KORUPSI DAN TPPU Berdasarkan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor: 103 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kab. Sidoarjo Nomor: 4 Tahun 2012 tentang Ijin Mendirikan Bangunan, Bab X Pengawasan dan Pengendalian Bangunan, Pasal 24 ayat (5) secara tegas dinyatakan:” Apabila pengajuan ijin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) (terhadap pemilik bangunan yang tidak memiliki ijin wajib mengajukan ijin mendirikan bangunan paling lama satu bulan) tidak dilaksanakan terhadap bangunan dilakukan penyelegelan, dan selanjutnya dilakukan pembongkaran”. “Fakta bahwa hingga hari ini tidak pernah ada pembongkaran bangunan menunjukan adanya ketidakberesan kolutif dalam permasalahan ini” ujar Muhsin.
Penyelenggara negara wajib menjalankan tugasnya sesuai dengan Azas Umum Pemerintah Negara yang Baik, sesuai UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Penyelenggara negara yang membiarkan terjadinya korupsi di insransi yang dipimpinnya maka dikualifisir telah mengkesampingkan penyelenggaraan negara yang bersih yaitu penyelenggara negara yang menaati azas-azas umum penyelengaran negara dan bebas dari praktek KKN serta perbuatan tercela lainnya, Pasal 1 ayat (2) UU 28/1999.
Dalam kasus PT. Sabrina Laksana Abadi, menurut ahli hukum pidana Dr Chairul Huda, SH, MH, aparat Dinas Pengawasan Pembangunan Kab. Sidoarjo dan pemangku kebijakan lainnya, selaku penyelenggara negara dapat dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan, dengan membiarkan terjadinya korupsi pada instansi bidang pengawasan pembangunan, yang dapat dijerat bersama-sama dengan Achmad Miftach Kurniawan, PT. Sabrina Laksana Abadi dan kawan-kawan dengan Pasal 3 jo Pasal 23 UU NO. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 23 UU Tipikor tersebrut merujuk pula pada Pasal 421 KUHP: “Seorang penjabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan” ujar Huda.*Rhy