Surabaya,Warnakota.com
Rumor tak sedap beraroma dugaan pungutan liar (pungli) dengan baik membawa alat elektronik sampai transaksi fasilitas khusus bertarif variatif hingga upaya menerobos larangan, sudah bukan lagi rahasia di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng Surabaya di Sidoarjo. Indikasi fakta yang turut menyebut aksi nakal oknum pegawai dan jaringannya itu, berujung sinis ketua pejabat pemilik kewenangan di rutan setempat.
Sungguh ironi, drama yang dimainkan untuk mengambil untung dari para narapidana/napi dan pengunjung/pembesuk itu masih saja terjadi dan kerap dilakukan. Mulai yang terang-terangan alias terbuka di muka umum, hingga model keep silent/tutup rapat tanpa desis.
Orang nomer satu di lapas Medaeng yaitu Bambang Hariyanto ,mulai angkat bicara,” dalam penjelasannya ,selama kepemimpinan kami ,kami berupaya akan terus lakukan pembenahan lingkungan Rutan demi meningkatkan kapasitas pembinaan terhadap para narapidana.tidak mudah dalam pembenahan atau seperti Sulapan ,sedikit demi sedikit alhamdulilah sudah ada pembenahan.
Terkait dengan tarikan air minum tidak benar karena “Di dalam blok sendiri itu ada kas. Maksudnya, dari tahanan dan untuk tahanan,yang mengelolah tahanan dalam blok itu sendiri , bukan kami atau pegawai kami yang menarik,” jelas Bambang Haryanto, Kepala Rutan Kelas I Medaeng Surabaya di Sidoarjo .Sabtu (5/8/2018).
Dalam kasus ini, sejatinya banyak faktor maupun indikator yang melegitimasi budaya jahat di rutan paling sesak tersebut menyembul ke permukaan. Taruhlah masalah kamar/ruang/sel di Rutan Medaeng.
Jika diutak-atik, jumlah kamar di rumah tahanan ini terbilang kurang dan jauh dari kapasitas terpasang, dibanding rata-rata tahanan yang lalu-lalang. Normalnya, dari 10 blok yang tersedia di Rutan Medaeng, seharusnya dihuni 500 orang.
Kenyataannya, penghuni yang menempati jumlah blok tersebut, sedikitnya ada kurang lebih 2.500 tahanan. Sementara, dari keseluruhan penghuni itu, 60% di antaranya adalah tahanan kasus narkoba.
Kalau bisa seperti tahanan narkoba yang pelakunya anak-anak, tolonglah direhab. Apalagi, untuk tahanan KDRT dan judi, kalau bisa dikenakan tipiring atau wajib lapor. Jangan sampai ditahan, soalnya bikin sesak tahanan,” pinta Bambang.
Terkait sesaknya ruang tahanan, Bambang mengaku, sudah berkali-kali mengajukan ke pemerintah untuk urusan kurangnya kamar. Sayangnya, hingga kini, pengajuannya tersebut tak juga berbalas jawaban. “Saya sampai putus asa. Intinya, penambahan kamar perlu di tingkat,” aku Bambang.
Disinggung masalah ngedek, Bambang mengatakan, di Rutan Medaeng tidak mengenal istilah ngedek atau tahanan yang enggan dipindah (dilayar). Ia mengancam, melakukan tindakan tegas apabila ditemukan pegawai rutan yang memerankan aksi jual beli dan transaksi sewa kamar tersebut.
“Tunjukkan, siapa orangnya, dan namanya siapa? Saya tidak pilih-pilih. Apakah itu Staf saya atau tamping .
Saya Menegakkan aturan dan SOP (Standart Operation Procedure ,red) baik itu Wali Kota, Bupati atau orang kaya sekalipun, saya nggak peduli. termasuk juga jam besuk harus sesuai jadwal,” tandasnya.
Bambang menjelaskan, sesuai SOP dan aturannya, masalah layar adalah wajib bagi tahanan yang sudah diputus Pengadilan. Namun diingatkan, ada penilaian tersendiri untuk tidak dilayar, meski tahanan yang dimaksud divonis 5 tahun keatas dan tersangkut masalah narkoba.
“Kami bisa pertimbangkan tidak dilayar kalau memang tahanan tersebut punya talenta, seperti bisa komputer. Karena keterampilannya bisa ditularkan untuk mengajari napi lainnya,” tuturnya.
Bambang sempat menyentil masalah makanan yang dikonsumsi tahanan/narapidana (napi) di Rutan Medaeng. Ia menyebut, ada 10 hari makan dengan menu 4 sehat yang bervariasi untuk 3 kali makan dalam sehari dan selanjutnya kembali ke menu awal setelah berlangsung 10 hari.
“Kalau DIPA sebesar Rp 14 ribu per orang untuk bahan makanan itu belum dipotong pajak. Bayangkan, apa cukup? Saya sudah ajukan untuk tambahan anggaran makanannya. Tapi, untuk tenaga kesudah ada penambahan,” tuturnya.
Bagaimana dengan masalah obat-obatan? Di Rutan Medaeng, kata Bambang, hanya mendapat 10% per bulan untuk tiap orang dengan jatah Rp 2 ribu. “Kalau sakit ringan sih nggak masalah. Makanya, di dalam sel saya tulis” TAHANAN DILARANG SAKIT”,ungkapnya dengan senyum.
Beruntung, Rutan Medaeng telah menjalin perjanjian kerja sama kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan RSU Dr. Soetomo untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dengan begitu, tahanan yang kedapatan sakit bisa langsung dilarikan ke rumah sakit dan mendapat layanan kesehatan gratis. “Karena punya JPS, akhirnya digratiskan,” katanya.
Mengungkit isu di blok H yang sempat santer dan merebak menjadi perbincangan umum, Bambang menegaskan, sudah menindak lanjuti dan mengembalikan napi pengguna HP/ponsel tersebut ke tahanan. “Langsung kami tindaklanjuti,” tandasnya.
Melebur dari semua permasalahan tersebut, Bambang berharap, pemimpin daerah, dalam hal ini Wali Kota Surabaya untuk turut berperan aktif memberi perhatian dari sisi kekurangan Rutan Medaeng. Bagaimanapun juga, tahanan/terpidana di Rutan Medaeng juga manusia dan memiliki hak kemerdekaan untuk bergerak.
“Untuk sementara hak bergeraknya memang dicabut. Tapi, ibarat untuk tidur saja susah. Mana bisa tidur nyaman dengan kamar yang ukurannya kecil dan dihuni dengan kapasitas yang overload?” seluruhnya.
Ditambahkan, saat ini, hampir semua pelayanan di dalam Rutan Medaeng berbasis Teknologi Informasi (TI), seperti keberadaan CCTV dan X-Ray untuk mempermudah pengawasan warga binaan serta lingkungan sekitar Rutan yang juga dihuni ribuan warga binaan. Upaya tersebut merupakan bagian dari antisipasi dalam mengatasi permasalahan yang tidak diinginkan terjadi di dalam rutan.
“Terutama untuk meminimalisir adanya pungli, peredaran gelap narkoba, peredaran uang, dan lain sebagainya. Kami juga punya program pembinaan untuk mengembangkan berbagai sektor di dalam rutan,” tuturnya.
Dalam upaya menepis hembusan isu sumbang tersebut, Bambang mengaku, telah banyak memberikan sanksi kinerja kepada pegawainya yang dinilai nakal. Selain itu, banyak juga pegawai masuk dalam berita acara, karena kedapatan atau ketahuan melakukan tindakan sengaja menyalahi aturan kepegawaian. “Yang melanggar disiplin, sudah ada sanksi tegasnya,” kata Bambang.
Terbukti, tahun 2017 lalu, ada 13 petugas yang melakukan pelanggaran telah dijatuhi sanksi. Dari ke 13 orang tersebut, 5 di antaranya telah di nonjobkan dari tugas dan 8 orang lainya dimutasi ke Lapas ataupun Rutan lain. “Untuk tahun 2018, ada seorang petugas kami jatuhkan sanksi di bulan Juli lalu,” sebut Bambang.
Namun demikian, masih ada upaya untuk berbenah, meski harus menuai beribu alasan di sisi kesempurnaan sebagai makhluk Tuhan ,saya bukan beli jabatan tapi murni prestasi jadi benar benar saya jaga kepercayaan yang sedang saya emban ini.
Belum lagi, kapasitas serta jumlah tenaga yang tak sebanding dengan banyaknya penghuni di Rutan Medaeng, turut menjadi kendala dalam proses perbaikan.
“Saya tidak bisa menjangkau untuk mengawasi mereka, karena mata saya dua, tangan saya dua, kalau tidak bekerjasama dengan media. Yang pasti, visi dan misi saya, hanya ingin membenahi Medaeng untuk lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya,” ingatnya. *rhy